Thursday, December 16, 2010

Apakah Puasa Sehari Tanggal 11 Muharram Disunnahkan?

Assalam ‘Alaikum Wr. Wb.
Ustadz saya pernah mendengar keterangan tentang puasa tanggal 11 Muharram. Padahal yang saya tahu yang ada hanya puasa tanggal 9 dan 10-nya. Mohon penjelasannya.
Ibu Nur
Jamaah Pengajian Masjid Nurul Jannah-Bekasi
Jawaban oleh Ustd. Badrul Tamam 
Wa’alaikum Salam Wr. Wb.
Alhamdulillah, puja dan puji bagi Allah Ta’ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasul-Nya, Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.
Pada dasarnya memperbanyak puasa pada bulan Muharram sangat-sangat dianjurkan, khususnya pada tanggal 10-nya yang dinamakan dengan hari ‘Asyura. Juga dianjurkan untuk berpuasa tenggal 9-nya, yang disebut sebagai hari Tasu’a. Tujuannya, untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani -yang sebagiannya- mereka berpuasa pada hari kesepuluhnya (‘Asyura) saja.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
"Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu." (HR. Muslim, no. 1982 dari Abu Hurairah)
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
"Puasa hari 'Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975)

Tuesday, December 14, 2010

Besok Hari Puasa Tasu'a dan Kamisnya Puasa 'Asyura

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menjadikan beberapa musim sebagai ladang memanen pahala, salah satunya pada syahrullah al-Muharram. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah yang telah melaksanakan puasa ‘Asyura dan berniat melaksanakan puasa Tasu’a, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram yang telah Allah muliakan. Secara khusus Allah melarangan berbuat zalim pada bulan ini untuk menunjukkan kehormatannya. Allah Ta’ala berfirman,
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. Al-Taubah: 36)

Friday, December 10, 2010

Renungan Jumat : Jamaah di Masjid

Firman Allah dalam surat Al A'raaf 31:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Hadits Rasulullah saw dalam kumpulan Hadits Al Bayan no: 369 Diriwayatkan dari Abu Musa r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya ketika menunaikan sembahyang ialah orang paling jauh perjalanannya yaitu langkahnya menuju ke Masjid. Seseorang yang menunggu untuk menunaikan sembahyang sehingga dia menunaikannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada orang yang menunaikan sembahyang kemudian dia terus tidur.

Ayat di atas menganjurkan kita berpakaian yang bagus kalau pergi ke masjid untuk sholat. Namun banyak di antara kita yang ke masjid berpakaian bagus dan wangiiii lagi, ternyata di masjid ada pernikahan teman atau kerabatnya. Di luar itu berpakaian seadanaya kalau hanya untuk sholat jamaah, bahkan ada yang dengan tenangnya memakai kaos yang bertuliskan lucu-lucu di punggungnya, misal, melat-melet ida-idu, muda foya-foya tua kaya raya mati masuk surga dll. Hal ini pasti menjadikan makmum di belakangnya akan terganggu dengan tulisan itu. Seandainya tidak terpaksa pakailah pakaian yang lain yang di punggungnya tidak ada tulisan, sehingga tidak mengganggu makmum di belakangnya.

Hadits di atas menunjukkan betapa besar nilainya bagi mereka yang selalu berusaha sholat jamaah di masjid, semakin jauh semakin besar pahala yang akan didapat, serta semakin lama menunggu sholat jamaah ditegakkan. Namun masih banyak di antara kita yang hemat ke masjid, terutama kalau imamnya terkenal bacaannya panjang, maka datang pada rakaat terakhir atau bahkan pada tasyahud akhir, yang penting ikut jamaah, maka sholat selanjutnya bisa lebih singkat.

Marilah ayat dan hadits di atas kita renungkan, agar kita mudah pergi ke masjid untuk berjamaah setiap sholat wajib dengan berpakaian yang patut untuk menghadap Allah SWT dalam sholat jamaah kita. Wallahu a'lam

Saturday, September 11, 2010

Apakah Sah Akad Nikah Ketika Sedang Haid?

Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu
Tanya: Apakah sah akad nikah yang dilakukan ketika si mempelai wanita sedang haid?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu menjawab:
Akad nikah wanita yang sedang haid adalah sah, tidak mengapa. Karena hukum asal dalam akad adalah halal dan sah kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sementara tidak ada dalil yang menyatakan haramnya akad nikah saat si wanita haid. Perlu diketahui adanya perbedaan antara akad nikah dengan talak. Talak tidak boleh dijatuhkan ketika istri sedang haid, bahkan haram hukumnya. Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam marah ketika sampai berita kepada beliau bahwa Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mentalak istrinya yang sedang haid, dan beliau perintahkan Abdullah untuk rujuk kepada istrinya dan membiarkannya tetap berstatus sebagai istri sampai suci dari haid, kemudian haid kembali, kemudian suci dari haid. Setelah itu terserah Abdullah, apakah ingin tetap mempertahankan istrinya atau ingin mentalaknya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمْ

Wahai Nabi, apabila kalian mentalak istri-istri kalian maka hendaklah kalian mentalak mereka pada waktu mereka dapat menghadapi ‘iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabb kalian….” (At-Thalaq: 1)
Dengan demikian tidak halal bagi seorang suami mentalak istrinya dalam keadaan haid dan tidak boleh pula mentalaknya di waktu suci namun ia telah menggauli istrinya dalam masa suci tersebut, kecuali bila istrinya jelas hamil. Bila jelas hamilnya, ia boleh mentalak istrinya kapan saja dalam masa kehamilan tersebut.”
Syaikh mengakhiri fatwa beliau dengan menyatakan, “Bila telah jelas bahwa akad nikah yang dilangsungkan dalam keadaan si wanita haid adalah akad yang boleh dan sah, namun aku memandang hendaknya si mempelai lelaki tidak masuk kepada mempelai wanita (seperti tidur bersamanya, pent.) hingga si mempelai wanita suci dari haidnya. Karena kalau masuk sebelum istrinya suci dikhawatirkan ia akan jatuh ke dalam perkara terlarang saat seorang wanita sedang haid (yaitu jima’), sementara terkadang ia tidak dapat menahan dan menguasai dirinya, terlebih lagi bila masih muda. Hendaklah ia menunggu hingga istrinya suci. Setelah itu baru masuk ke istrinya dalam keadaan tidak ada penghalangnya untuk istimta’ (bersenang-senang) dengan istrinya pada kemaluannya. Wallahu a’lam.”
(Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin, 2/767, sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/712-713)
Dikutip dari Darussalaf.or.id offline dinukil dari Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rahimahullah Judul: Akad Nikah Ketika Sedang Haid

Friday, December 18, 2009

Beri Nama yang Baik untuk Putra Putri Anda

Unduh Daftar Nama Indah dan Islami Pdf
Seorang anak adalah anugerah dari Allah Subhanahuwata’ala yang amat membahagiakan bagi kedua orang tuanya. Maka berikan dia nama yang baik untuk putra atau putri anda. Adalah penting memberikan nama kepada anak anda yaitu sebagai ciri atau tanda yang dimaksudkan untuk mengenali dirinya dan dikenal oleh orang lain Al-Qur’anul Kariim disebutkan;

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا (7) سورة مريم

Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).
Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal serta memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu apabila seseorang tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (=tidak dikenal) oleh masyarakat.
Karena nama adalah sebuah do’a maka memberikan nama baik kepada bayi Anda sama saja dengan mendoakan kebaikan untuk mereka. Islam memberikan tuntunan bagaimana memberi nama kepada anak Anda.

1. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Dua Suku Kata, misal Abdullah, Abdurrahman. Kedua nama ini sangat disukai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama ini menunjukkan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan nama kepada anak pamannya (Abbas radhiallahu ‘anhu), Abdullah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian para sahabat radhiallahu ‘anhum terdapat 300 orang yang kesemuanya memiliki nama Abdullah.
Dan nama anak dari kalangan Anshor yang pertama kali setelah hijrah ke Madinah Nabawiyah adalah Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhuma.
2. Disukai Memberikan Nama Seorang Anak Dengan Nama-nama Penghambaan Kepada Allah Dengan Nama-nama-Nya Yang Indah (Asma’ul Husna), misal: Abdul Aziz, Abdul Ghoniy dll. Dan orang yang pertama yang menamai anaknya dengan nama yang demikian adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.
Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak memberikan nama kepada anak-anak mereka seperti hal ini, mereka mengharamkan diri mereka sendiri memberikan nama anak mereka dengan Abdurrahman sebab orang yang telah membunuh ‘Ali bin Abi Tholib adalah Abdurrahman bin Muljam.
3. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Para Nabi.
Para ulama sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan nama para nabi.
Diriwayatkan dari Yusuf bin Abdis Salam, ia berkata:”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepadaku Yusuf” (HR. Bukhori –dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi –dalam Asy-Syama’il-). Berkata Ibnu Hajjar Al-Asqolaniy: Sanadnya Shohih.
Dan seutama-utamanya nama para nabi adalah nama nabi dan rasul kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya penggabungan dua nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama kunyahnya, Muhammad Abul Qasim.
Berkata Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah:”Dan yang benar adalah pemberian nama dengan namanya (yakni Muhammad, pent) adalah boleh. Sedangkan berkunyah dengan kunyahnya adalah dilarang dan pelarangan menggunakan kunyahnya pada saat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup lebih keras dan penggabungan antara nama dan kunyah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga terlarang”.
4. Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Orang Sholih Dari Kalangan Kaum Muslimin.
Telah tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:
(أنهم كانوا يسمون بأسماء أنبيائهم والصالحين (رواه مسلم
Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).
Kemudian para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah penghulunya orang-orang sholih bagi umat ini dan demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.
Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memandang bahwa hal ini adalah baik, oleh karena itu sahabat Zubair bin ‘Awan radhiallahu ‘anhu memberikan nama kepada anak-anaknya –jumlah anaknya 9 orang- dengan nama-nama sahabat yang syahid pada waktu perang Badr, missal: Abdullah,’Urwah, Hamzah, Ja’far, Mush’ab, ‘Ubaidah, Kholid, ‘Umar, dan Mundzir.

Syarat-syarat Dalam Pemberian Nama
a. Nama tersebut menggunakan bahasa arab.
b. Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik secara bahasa dan syari’at. Oleh karenanya dengan adanya syarat ini tidak boleh menggunakan nama-nama yang haram atau makruh baik dalam segi lafadz ataupun maknanya. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik dari segi lafadz dan maknanya.

Nama-nama yang Diharamkan
a. Kaum muslimin telah bersepakat terhadap haramnya penggunaan nama-nama penghambaan kepada selain Allah Ta’ala baik dari matahari, patung-patung, manusia atau selainnya, missal: Abdur Rasul (=hambanya Rasul), Abdun Nabi (=hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, misal: Abdul ‘Izza (=hambanya Al-‘Izza (nama patung/berhala), Abdul Ka’bah (=hambanya Ka’bah), Abdus Syamsu (=hmabanya Matahari) dll.
b. Memberi nama dengan nama-nama Allah Tabaroka wa Ta’ala, misal: Rahim, Rahman, Kholiq dll.
c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau nama-nama orang kafir.
d. Memberi nama dengan nama-nama patung/berhala atau sesembahan selain Allah Ta’ala, misal: Al-Lat, Al-‘Uzza dll.
e. Memberi nama dengan nama-nama asing baik yang berasal dari Turki, Faris, Barbar dll.
f. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri atau berisi kedustaan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

(إن أخنع إسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك (رواه البخاري؛ مسلم

Sesungguhnya nama yang paling dibenci oleh Allah adalah seseorang yang bernama Malakul Amlak (=rajanya diraja)” (HR. Bukhori; Muslim).
g. Memberi nama dengan nama-nama Syaithon, misal: Al-Ajda’ dll.

Nama-nama Yang Dimakruhkan
a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang fasiq, penzina dll.
b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama perbuatan-perbuatan jelek atau perbuatan-perbuatan maksiat.
c. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama para pengikut Fir’un, misal: Fir’un, Qarun, Haman.
d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama hewan yang telah dikenal akan sifat-sifat jeleknya, misal: Anjing, keledai dll.
e. Dimakruhkan memberi nama anak dengan Ism, mashdar, atau sifat-sifat yang menyerupai terhadap lafzdz “agama” (الدين) , dan lafadz “Islam” (الإسلام), misal: Nurruddin, Dliyauddin, Saiful Islam dll.
f. Dimakruhkan memberi nama ganda5), misal: Muhammad Ahmad, Muhammad Sa’id dll.
g. Para ulama memakruhkan memberi nama dengan nama-nama surat dalam Al-Qur’an, misal: Thoha, Yasin dll.
Jalan Keluar Dari Pemberian Nama-nama Yang Diharamkan Dan Yang Dimakruhkan
Jalan keluar dari kedua hal ini adalah merubah nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disukai (mustahab) atau yang diperbolehkan secara syar’i. Dan untuk merubah nama ini kita dapat mendatangi kementrian/depertemen yang mengurusi masalah ini.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang mengandung makna kesyirikan kepada Allah kepada nama-nama Islamiy, dari nama-nama kufur kepada nama-nama imaniyah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhaiallahu ‘anha, ia berkata:

(كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير الإسم القبيح إلى الإسم الحسن (رواه الترمذي

Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).
Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek dengan nama-nama yang baik, seperti beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama Syihab menjadi Hisyam dll. Demikian juga kita mesti merubah nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik, misal: Abdun Nabi menjadi Abdul Ghoniy, Abdur Rasul menjadi Abdul Ghofur, Abdul Husain menjadi Abdurrahman dan lain-lain.
Dikutip dari Darussalaf.org 
Unduh Daftar Nama Indah dan Islami Pdf

Wednesday, November 18, 2009

Haram: Isapan Istri Terhadap Kemaluan Suaminya

Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah
Apa hukum oral seks?
Jawab:
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah menjawab sebagai berikut,
Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
Dan dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:
Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”
Beliau menjawab:
Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti
tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
Dan salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,
“Ini adalah haram, karena is termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video atau televisi yang rusak. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”
Dikutip dari darussalaf.org offline dari majalah An-Nashihah Volume 10 1427H Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah Judul: Hukum Oral Seks

Tuesday, November 17, 2009

Mendatangi Istri dalam Keadan Haidh atau Nifas

Oleh: Asy Syaikh Abdulaziz bin Abdullah bin Baaz
Apa hukum mendatangi istri di duburnya (belakang) atau mendatanginya dalam keadaan haidh atau nifas?
Jawab:
Tidak boleh menggauli istri di duburnya atau dalam keadaan haidh dan nifas. Bahkan yang demikian itu termasuk dari dosa-dosa besar berdasarkan firman Allah Ta’ala (artinya):
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah “Haidh itu adalah kotoran.” Maka jauhilah diri kalian dari wanita ketika haidh. Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka sudah suci, maka datangilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isteri kalian adalah (seperti) ladang (tempat bercocok tanam) bagi kalian. Maka datangilah ladang kalian bagaimanasaja kalian kehendaki.” (Al Baqarah 222-223)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pada ayat ini wajibnya menjauhkan diri dari wanita ketika dalam keadaan haidh dan melarang untuk mendekati mereka sampai mereka dalam keadaan suci. Yang demikian itu menunjukkan atas
pengharaman untuk menggauli mereka ketika dalam keadaan haidh dan seperti itu juga nifas. Dan jika mereka sudah bersuci dengan cara mandi, boleh bagi suami untuk mendatanginya di tempat yang diperintahkan Allah, yaitu mendatanginya dari arah depan (qubul), tempat “bercocok tanam
Adapun dubur, adalah tempat kotoran dan bukan tempat bercocok tanam. Maka tidak boleh menggauli isteri di duburnya bahkan yang demikian itu termasuk salah satu dosa-dosa besar dan merupakan maksiat yang maklum dari syari’at yang suci ini. Abu Daud dan An Nasa’i telah meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda (artinya):
Terlaknatlah siapa saja yang mendatangi perempuan di duburnya
At Tirmidzy dan An Nasa’i meriyawatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
Allah tidak akan melihat kepada seseorang yang mendatangi laki-laki atau perempuan di duburnya.” Sanad hadits ini shohih.
Mendatangi isteri di duburnya adalah bentuk liwath (sodomi) yang diharamkan kepada laki-laki dan perempuan semuanya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala tentang kaumnya Nabi Luth ‘alaihi assalam (artinya):
Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu” (Al Ankabut 28)
Begitu juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya):
Allah melaknat siapa yang berbuat dengan perbuatannya kaum Luth“. Beliau katakan tiga kali. (Diriwayatkan Al Imam Ahmad dengan sanad shohih).
Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati darinya dan menjauhkan diri dari setiap yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Bagi setiap suami hendaklah menjauhi kemungkaran ini. Bagi setiap isteri untuk menjauhkan dari dari yang demikian dan tidak memberi kesempatan kepada suami untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu menggaulinya dalam keadaan haidh atau nifas atau di dubur.
Kita memohon kepada Allah berupa keselamatan bagi kaum muslimin dari setiap apa yang menyelesihi syari’atNya yang suci. Sesungguhnya Dia sebaik-baiknya tempat meminta. (Yang Mulia Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah)
Sumber: Lin Nisa’ faqoth (276-278), dikutip dari www.mimbarislami.or.id Penulis: Asy Syaikh Abdulaziz bin Abdullah bin Baaz, Alih Bahasa: Ayub Abu Ayub, Judul: Hukum “Anal Sex”.